Rabu, 17 Maret 2010

Terhilang

Lukas 15:11-32

Saya sudah sering mendengar cerita tentang anak hilang di lukas 15:11-32 tersebut. Tetapi beberapa hari yang lalu saya jadi banyak memikirkan kisah tersebut dan malangnya saya mendapati diri saya pun sekarang seperti anak itu, terhilang dan meninggalkan rumah……

Kisah anak hilang tersebut berawal dari niat si anak bungsu untuk meminta bagian dari harta kekayaan bapaknya. Bapaknya tersebut lalu membagikan hartanya tersebut pada kedua anaknya. Anak bungsu tersebut lalu menjual semua bagian warisannya tersebut dan memakainya untuk sekedar berfoya-foya di tempat yang mungkin dia sendiri tidak pernah mendatanginya sebelumnya.

12  Yang bungsu berkata kepadanya, ‘Ayah, berilah kepadaku sekarang ini bagianku dari kekayaan kita.’ Maka ayahnya membagi kekayaannya itu antara kedua anaknya.
13  Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual bagian warisannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan uangnya dengan hidup berfoya-foya.

Saya percaya semua yang saya miliki adalah anugerah Tuhan dan saya yakin anda pun mengetahuinya. Nafas, kesehatan, kekayaan, kemakmuran, keberhasilan, jabatan dan banyak lagi semuanya memang datang dari Dia. Sayangnya seperti anak bungsu tersebut saya pun terkadang menyalahgunakan ‘warisan’ yang Tuhan beri untuk saya. Memakainya hanya untuk kepentingan saya saja, diri saya saja. Padahal seharusnya apa yang Tuhan berikan di gunakan untukNya pada hal-hal yang benar dan membangun. Saya mengingat saat-saat saya memutuskan untuk meninggalkan rumahNya hanya karena ketidakmengertian saya pada kasihNya dan rencanaNya. Betapa seringnya saya mendapati diri saya meminta kepadaNya tanpa pernah berpikir apa yang Dia inginkan dari saya.

Setelah dirinya menikmati masa-masa penuh harta dan kelimpahan si bungsu mendapati dirinya tidak punya apa-apa lagi di tambah dengan timbulnya bahaya kelaparan di negerinya maka lengkaplah penderitaannya. Untuk sekedar mengisi perut pun ia bahkan rela memakan ampas babi yang entah rasanya seperti apa. Seorang anak yang memiliki segalanya di rumah bapaknya hanya karena keegoisannya akhirnya menjadi tidak lebih dari teman makan babi.

14  Ketika uangnya sudah habis semua, terjadilah di negeri itu suatu kelaparan yang besar, sehingga ia mulai melarat.
15  Lalu ia pergi bekerja pada seorang penduduk di situ, yang menyuruh dia ke ladang menjaga babinya.
16  Ia begitu lapar sehingga ingin mengisi perutnya dengan makanan babi-babi itu. Walaupun ia begitu lapar, tidak seorang pun memberi makanan kepadanya.

Betapa baiknya Tuhan pada saya, saya sungguh menyadarinya. Hanya berpikir saya bisa tanpa Dia, tidak membutuhkan Dia. Saya malah mendapati fakta betapa kecilnya saya, betapa hinanya saya. Mengotori hidup saya dengan banyak hal yang salah dan perlahan-lahan mulai menjauh dari Dia.

Melarat dan tanpa siapapun akhirnya si bungsu menyadari kesalahannya, menyadari betapa bodohnya dia meninggalkan rumah bapaknya. Akhirnya dengan sisa-sisa tenaga dia menuju rumah bapaknya. Dalam pikiran si bungsu mungkin bapaknya akan menolaknya, mengusirnya setelah apa yang di lakukannya dan dia memang pantas mendapatkan semua itu karena kesalahannya. Tetapi justru sebaliknya bapaknya menyambutnya kembali dengan sukacita dan mengadakan pesta.

20  Maka berangkatlah ia pulang kepada ayahnya. Masih jauh dari rumah, ia sudah dilihat oleh ayahnya. Dengan sangat terharu ayahnya lari menemuinya, lalu memeluk dan menciumnya.
21  ‘Ayah,’ kata anak itu, ‘aku sudah berdosa terhadap Allah dan terhadap Ayah. Tidak layak lagi aku disebut anak Ayah.’
22  Tetapi ayahnya memanggil pelayan-pelayannya dan berkata, ‘Cepat! Ambillah pakaian yang paling bagus, dan pakaikanlah kepadanya. Kenakanlah cincin pada jarinya, dan sepatu pada kakinya.
23  Sesudah itu ambillah anak sapi yang gemuk dan sembelihlah. Kita akan makan dan bersukaria.
24  Sebab anakku ini sudah mati, sekarang hidup lagi; ia sudah hilang, sekarang ditemukan kembali.’ Lalu mulailah mereka berpesta.

Saya sangat bersyukur betapa Dia tidak melepas saya dan terus mengingatkan dengan caraNya kalau tanpa Dia saya tidak bisa berbuat apa-apa. Dia menyambut saya pulang dengan kasihNya tanpa mengingat dosa dan kesalahan yang buat padaNya, memberi saya kesempatan untuk memperbaiki hidup dan belajar untuk menjadi orang yang lebih baik.

Tidak ada kata terlambat untuk pulang kembali pada kasihNya. Semua orang pernah terhilang tetapi selalu ada jalan untuk pulang kembali. Betapapun besarnya kesalahan yang di buat sebelumnya.

Thanks to pdt. John Campbell 

 

Kutipan ayat alkitab memakai alkitab versi Alkitab kabar baik tahun 1986.

0 komentar: